Critical Review
 
“Kajian Penyebab Kemiskinan Masyarakat Nelayan 

Kampung Tambak Lorok”

Jurnal perencanaan wilayah dan kota Universitas Diponegoro
Vol.27 , no.1, pp 46-67, Tahun 2016.
Disusun Oleh :
Khairiyah Trista Lutfhiani  08161037

Mata Kuliah :
Perencanaan Pesisir


“CRITICAL REVIEW”
Artikel yang berjudul “Kajian Penyebab Kemiskinan Masyarakat Nelayan di Kampung  Tambak Lorok” yang  ditulis Mussadin dan Putri Nurpratiwi dan di publikasikan dalam Jurnal Perencanaan wilayah dan Kota Vol. 27, No 1 PP, 49-67. Tahun 2016 ini membahas tentang menurun nya kualitas pesisir Kampung Tambak Lorok serta permasalahan adanya permasalahan status nelayan, seperti halnya nelayan majikan dengan nelayan buruh dan nelayan besar dengan nelayan kecil. Jurnal dengan bahasan kondisi sulit nya mengakses sumber daya pesisir yang disebabkan oleh faktor natural, struktural dan kultural dan diperparah dengan terjadinya fenomena perubahan ilklim sehingga memperburuk kondisi perekonomian masyarakat nelayan Kampung Tambak Lorok.
Berdasarkan identifikasi oleh Dinas Kelautan  dan Perikanan (2010), telah terjadi degradasi lingkungan pesisir diwilayah mangrove Kampung Tambak Lorok. Penyebab dari rusaknya hutan mangrove Kampung Tambak Lorok ialah erosi, reklamasi kawasan pantai dan penebangan. Namun menurut para nelayan,  rusaknya hutan mangrove diakibatkan hempasan  gelombang  laut sehingga banyak  hutan mangrove yang mengalami kerusakan. Selain  kerusakan hutan mangrove, kondisi wilayah pesisir Kampung Tambak Lorok semakin memburuk akibat dari limbah industry dan sampah dari seluruh wilayah di Kota Semarang yang bermuara ke sungai dan menyebabkan ikan mati.
Permasalahan lain berasal dari pendudu Kampung Tambak Lorok yang tidak melakukan pengolahan sampah rumah tangga, namun sampah/limbah rumah tangga dibuang langsung ke laut. Hal ini juga menjadi penyebab semakin memburuknya kondisi pesisir Kampung Tambak Lorok. JIka  kondisi pesisir  Kampung Tambak Lorok memburuk tentunya akan berdampak buruk pada perekonomian masyarakat pesisir kampung Tambak Lorok.
Perubahan iklim yang tidak menentu juga menjadi salah satu faktor penyebab nelayan tidak melaut. Pada saat musim panen, penghasilan nelayan Kampung Tambak Lorok mampu mencapai Rp. 1.00.000,- per hari  dengan tangkapan hasil laut sebesar 5 – 15 Kg. Namun, musim panen tidak langsung lama, hanya terjadi satu atau dua hari. Sedangkan pada saat musim paceklik, penghasilan nelayan kampung Tambak Lorok  hanya sebesar Rp. 50.000,- - Rp. 150.000,- per hari. Jumlah tersebut belum dipotong dengan ongkos bahan bakar artinya, hasil yang dihasilkan tidak sebanding dengan ongkos yang dikeluarkan.
            Status nelayan yang dianggap sebagai kalangan menengah ke bawah, membuat akses terhadap beberapa fasilitas menjadi terbatas, misalnya saja adalah fasilitas perbankan. Sulitnya persyaratan yang diberikan oleh bank tentunya membuat masyarakat nelayan berpikir dua kali untuk mengakses modal ke bank. Padahal masyakarat  nelayan membutuhkan modal yang besar untuk mengembangkan usahanya. Ketika kesulitan mencari pinjaman modal masyarakat nelayan Kampung Tambak Lorok lebih memilih kepada kerabat atau saudara, bahkan jasa rentenir masih banyak tersebar di Kampung Tambak Lorok. Hal ini mengakibatkan semakin menjerat nelayan dalam kemiskinan.
Selain permasalahan akases modal ke Bank, masih ada permasalahan lain yang menjadi penyebab kemiskinan structural nelayan di Kampung Tambak Lorok salah satunya ketimpangan yang terjadi antara nelayan majikan  dengan nelayan buruh dan nelayan besar dengan nelayan kecil.walapun jumlah sduah terlampaui sedikit, namun sistem ini masih dipergunakan masyarakat nelayan Kampung Tambak Lorok. Ketimpangan yang terjadi antara nelayan majikan dengan nelayan buruh hanya menguntungkan salah satu pihak saja. Karena   pembagian pendapatan akan dibagi dua antara nelayan majikan dan nelayan buruh. Misalnya penghasilan yang di dapatkan Rp. 800.000,- dipotong untuk ongkos bahan bakar Rp. 200.000,- sisa pendapatan Rp. 600.000,-  tersebut hasil pendapatan akan dibagi Rp. 300.000,- untuk nelayan dan Rp. 300.000,- untuk nelayan buruh. Apabila terdapat dua atau lebih nelayan buruh maka uang Rp.300.000,- akan di bagi sesuai nelayan buruh yang ikut melaut. Namun sistem seperti ini diguanakn apabila ada nelayan yang tidak memiliki modal sama sekali untuk melaut.
Perbandingan penghasilan pun terjadi akibat ketimpangan yang terjadi antara nelayan besar dan nelayan kecil. Nelayan kecil hanya berpenghasilan satu per sepuluh dari penghasilan nelayan besar. Hal ini terjadi karena nelayan besar memiliki alat tangkap yang lebih besar, sehingga lebih memudahkan untuk memperoleh hasil laut. Sedangkan alat tangkap nelayan kecil hanya berupa perahu dayung dan pukat, sehingga hasil laut yang lebih dihasilkan lebih sedikit daripada nelayan besar. Penggunaan pukat juga akan menganggu ekosistem laut, karena hewan laut kecil akan terperangkap dan mengakibatkan regenerasi ikan terhambat.
Selain perbandingan penghasilan yang terjadi antara nelayan besar dan nelayan kecil terdapat pula ketimpangan yang terjadi antara nelayan kecil dengan bakul/pengepul. Bakul/pengepul memiliki kekuasaan untuk menentukan harga ikan sedangkan nelayan tidak memiliki andil/kekuasaan dalam menentukan harga. Maka dari itu, harga yang diberikan bakul/pengepul lebih murah dibandingkan harga jual yang mereka terapkan nantinya di pasaran. Kondisi tersebut membuat nelayan semakin kesulitan dalam mencapai kesejahteraan akibat fakor strukutral.
Kebiasaan sehari-hari masyarakat nelayan Kampung Tambak Lorok yang mempengaruhi kemiskinan nelayan ialah kebiasaan membelanjakan hal-hal yang kurang dibutuhkan. Kebiasaan konsumtif masyarakat yang semakin berdampak kepada buruknya keuangan nelayan karena tidak memiliki cadangan untuk menghadapi masa sulit. Biasanya nelayan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan meminjam modal dengan kerabat ataupun menggunakan jasa rentenir.
Argumentasi :
            Menurut pendapat saya terhadap artikel yang dibahas, kemiskinan yang terjadi di Kampung Tambak Lorok dipengaruhi oleh faktor natural, faktor structural dan faktor kultural. Kemiskinan yang disebabkan oleh faktor natural terjadi karena degradasi lingkungan wilayah pesisir hutan mangrove. Hal ini diakibatkan oleh hempasan gelombang air laut serta kurangnya kesadaran masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya. Kerusakan alam yang terjadi mengakibatkan berkurangnya ekosustem mangrove dan ekosistem yang ada di dalamnya. Sumber daya perairan pun akan berkurang, faktor musiman yang terjadi menyebabkan penghasilan nelayan tidak menentu. Apabila pada saat musim panen pendapatan nelayan bisa mencapai Rp.1.000.000,- sedangkan pada musim paceklik pendapatan nelayan hanya berkisat Rp. 50.000 s/d Rp.150.000,-. Padahal kerusakan terjadi akibat ulah manusia itu sendiri, tentu saja hal ini akan merugikan dan berdampak pada perekeonomian nelayan. Apabila ekosistem pesisir rusak, maka nelayan akan kesulitan untuk memperoleh hasil laut.
Selain itu, penyebab kemiskinan karena fakto structural adalah permasalah ketimpangan yang terjadi antara nelayan majikan dengan nelayan buruh, nelayan besar dengan nelayan kecil dan nelayan kecil dengan bakul/pengepul. Sistem ketimpangan ini harusnya tidak boleh terjadi pada zaman modern ini.
Kebiasaan nelayan di Kampung Tambak Lorok yang suka hidup konsumtif merupakan gaya hdup yang harus dihilangkan dari lingkungan mereka. Pendapatan nelayan yang tidak menentu, membuat nelayan harus lebih menghemat uang yang dimiliki untuk digunakan dengan efisien.
Perubahan iklim yang terjadi terkait adanya kenaikan muka air laut dan penurunan permukaan tanah meninmbulkan bencana berupa adanya rob dan banjir besar. Rob atau banjir besar terjadi hanya terjadi pada kurun waktu yang sebentar yakni satu sampai dua jam dengan ketinggian mencapai 1 meter. Kerugian yang berdampak akibat adanya rob dan banji besar adalah terendamnya rumah-rumah nelayan sehingga memberikan kerugian terhadapat harta benda mereka. .
Berdasarkan hasil analisis penulis, kemiskinan nelayan yang terjadi di Kampung Tambak Lorok disebabkan oleh tiga faktor yaitu faktor natural, structural dan kultural. Faktor natural disebabkan oleh kerusakan lingkungan akibat faktor alam dan adanya perubahan iklim. Penyebab faktor structural adalah terbatasnya nelayan untuk mengakses modal dari bank serta ketidak mampuan nelayan untuk menentukan harga ikan di pasaran. Faktor yang terakhir adalah faktor kultural yang disebabkan oleh kebiasaan masyarakat nelayan Kampung Tambak Lorok yang suka hidup konsumtif. Dengan penanganan yang tepat tentunya kemiskinan nelayan Kampung Tambak Lorok dapat terselesaikan, meskipun memerlukan proses yang cukup lama. Untuk itu, diperlukan pengelolaan pesisir yang berkelanjutan agar kemiskinan yang ada di sekitar wilayah pesisir dapat dicegah.
Rekomendasi :
Saran kepada masyarakat nelayan Kampung Tambak Lorok agar lebih memperhatikan kondisi lingkungan dan meningkatkan kesadaran untuk meningkatkan  kualitas lingkungan dengan cara tidak membuang sampah ke sungai atau laut yang akan menyebab rusaknya ekosistem pesisir. Selain itu, keikutsertaan pemerintah untuk menangani rusaknya ekosistem pesisir. Selai itu keikutsertaan pemerintah untuk menangani rusaknya ekosistemmangrove juga diperlukan agar pengelolaan dapat lebih terpadu. Untuk mengatasi kerusakan ekosistem mangrove  maka bisa dilakukan penanaman kembali mangrove untuk memperbaiki sumber daya perairan pesisir.
Selain  itu, masyarakat  nelayan juga dapat partisipasi untuk menggunakan alat tangkap ikan yang lebih aman bagi ekosistem pesisir, sehingga nelayan dapat mengekploitasi sumber daya perairan tanpa merusak ekosistem pesisir. Membantu para ibu rumah tangga di masyarakat pesisir  tentunya akan membantu perekonomian keluarga mereka. Nelayan pun akan memperoleh penghasilan sampingan tanpa melaut. Contohnya saja mendaur ulang sampah menjadi barang-barang yang bisa digunakan seperti tas, karpet, dan lain-lain. Membuka akses koperasi di lingkungan nelayan Kampung Tambak Lorok tentu akan mempermudah masyarakat nelayan mengakes modal tanpa meminjam modal dengan rentenir atau fasilitas  dari bank. Tentunya koperasi tidak memerlukan parsyaratan  yang susah dan bunga yang ditawarkan terbilang lebih kesil daripada jasa dari rentenir atau fasilitas bank. Pinjaman modal dari koperasi nantinya akan memudahkan nelayan memperluas usahanya atau membuka usaha sampingan sehingga tidak  menganggu hasil laut yang tidak menentu hasilnya.
Untuk permasalahan ketimpangan antara nelayan majikan dan nelayan buruh atau nelayan besar dan nelayan kecil, antara nelayan kecil dengan bakul/pengepul. Nelayan diharapkan mampu bekerja sama untuk menentukan harga hasil tangkapan sehingga nelayan kecil tidak terlalu dirugikan akibat harga yang ditawarkan lebih murah. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang ada pun perlu dilakukan dangan memberikan keterampilan serta pendidikan yang cukup untuk nelayan muda serta anak-anak nelayan yang ada d Kampung Tambak Lorok.
Kebiasaan atau gaya hidup masyarakat nelayan Kampung Tambak Lorok yang suka hidup boros susah untuk dikendalikan maka bila tidak ada kesadaran dari masyarakat itu sendiri kebiasaan itu pun akan sulit hilang. Maka diperlukan perubahan pola piker masyarakat agar mengurangi hidup konsumtif.
Kajian ini merupakan kajian yang meneliti tentang kemiskinan yang terjadi di Kampung Tambak Lorok yang diakibatkan oleh faktor natural, faktor struktural dan faktor kultural.







Daftar Pustaka :
Dinas Kelautan dan Perikanan (2010) Pemetaan Potensi, Kerusakan dan Model Rehabilitasi Kawasan Pesisir Kota Semarang Tahun 2010. Semarang : Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Semarang
Mussadun, Nurpratiwi Putri.2016.Kajian Penyebab Kemiskinan Masyarakat Nelayan di Kampung Tambak Lorok. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota vol.27 no.1. Universitas Diponegoro


Komentar

Postingan populer dari blog ini